Jumat, 25 Oktober 2013

Kalimat Efektif

Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.
Beberapa definisi Dari Kalimat Efektif:
  • Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis.
  • Sebelumnya penelitian tentang kalimat efektif pernah diteliti yaitu penelitian tentang “Kalimat Efektif: Struktur, Tenaga, dan Variasi” yang ditulis oleh Epraim (1992)menyimpulkan bahwa struktur kalimat yang benar merupakan dasar kalimat efektif, tenaga kalimat ialah kemampuan kalimat untuk menimbulkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan yang diinginkan penulis. Setelah memiliki struktur dan tenaga masih dibutuhkan adanya variasi.
  • Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya.

Ciri-ciri kalimat efektif :
  • Kesepadanan atau Kesatuan
  • Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)
  • Penekanan dalam kalimat
  • Kehematan
  • Kevariasian
  • Kelogisan

Akhadiah, dkk. (2003 : 116) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif secara jelas dan terperinci yaitu: “Setiap gagasan pikiran atau konsep yang dimiliki seseorang pada prakteknya harus dituangkan ke dalam bentuk kalimat”. Kalimat yang baik pertama sekali haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Hasil ini berarti kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah –kaidah yang berlaku.
Kaidah-kaidah tersebut meliputi :
(1) unsur- unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat,
(2) aturan-aturan tentang Ejaan yang Disempurnakan,
(3) cara memilih kata dalam kalimat.
Akhadiah, dkk. (2003: 116-117) menyatakan: “Agar kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis naskah perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan dalam kalimat, kehematan dalam mempergunakan kata, kevariasian dalam struktur kalimat”.

  1. Kesepadanan dan Kesatuan
Zubeirsyah dan Lubis (2007:86-87) mengatakan:
Kesepadanan dalam sebuah kalimat efektif adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, predikat dengan objek serta keterangan, yang semuanya berfungsi menjelaskan unsur/bagian kalimat tersebut. Selain struktur/ bentuk kesepadanan, kalimat efektif harus pula mengandung kesatuan ide pokok/ kesatuan pikiran. Syarat pertama bagi kalimat efektif mempunyai struktur yang baik. Artinya kalimat itu harus memiliki unsur-unsur subjek dan predikat atau bisa ditambah dengan objek, pelengkap dan keterangan melahirkan keterpaduan yang merupakan ciri kalimat efektif (Akhadiah, dkk. 2003:117) .
Kesepadanan kalimat diperhatikan oleh kemampuan struktur bahasa dalam mendukung atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran.
a). Subjek dan Predikat
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Unsur kalimat yang disebut subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa. Unsur predikat dalam kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa.
b). Kata Penghubung Intrakalimat dan Antarkalimat
Konjungsi merupakan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, atau antarparagraf. Secara umum konjungsi terdiri atas konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat. Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan unsur-unsur kalimat, sedangkan konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat berikutnya ( Mulyadi dan widayati, 2004:108-114).
Alwi, dkk. (2003:296) menyatakan bahwa konjungtor juga dinamakan kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat : kata dengan kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa.
c). Gagasan pokok
Dalam menyusun kalimat kita harus mengemukakan gagasan (ide) pokok kalimat. Biasanya gagasan pokok diletakkan pada bagian depan kalimat. Jika seorang penulis hendak menggabungkan dua kalimat, maka penulis harus menentukan bahwa kalimat yang mengandung gagasan pokok harus menjadi induk kalimat (Akhadiah, dkk. 2003:120).
Contoh:
1. Ia dipukul mati ketika masih dalam tugas latihan.
2. Ia masih dalam tugas latihan ketika dipukul mati.
Gagasan pokok dalam kalimat (1) ialah “ia dipukul mati”. Gagasan pokok dalam kalimat (2) ialah “ia masih dalam tugas latihan”. Oleh sebab itu, “ia dipukul mati” menjadi induk kalimat di kalimat (1), sedangkan “ia masih dalam tugas latihan” menjadi induk kalimat dalam kalimat (2).
d). Penggabungan dengan “yang”,”dan”
Menurut Akhadiah, dkk. (2003:120), jika dua kalimat digabungkan dengan partikel danmaka hasilnya adalah kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat digabungkan dengan partikelyang akan menghasilkan kalimat mejemuk bertingkat. Artinya kalimat itu terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat.
e). Penggabungan Menyatakan ”sebab” dan ”waktu”
Parera (1984:43) menyatakan bahwa hubungan sebab dinyatakan dengan mempergunakan kata karena, sedangkan hubungan waktu dinyatakan dengan kata ketika. Kedua kata ini sering dipergunakan pada kalimat yang sama.
Contoh:
(1) Ketika gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.
(2) Karena gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.
Kalimat di atas kedua-duanya tepat. Penggunaannya bergantung pada jalan pikiran penulis apakah ia mementingkan hubungan waktu atau sebab. Yang perlu diperhatikan adalah pilihan penggabungan itu harus sesuai dengan konteks kalimat.
f). Penggabungan Kalimat yang Menyatakan Hubungan Akibat dan Hubungan Tujuan 
Dalam menggabungkan kalimat perlu dibedakan penggunaan partikel sehingga untuk menyatakan hubungan akibat, dan partikel agar atau supaya untuk menyatakan hubungan tujuan (Akhadiah, dkk. 2003:121) Contoh:
(1) Semua perintah telah dijalankan.
(2) Para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.
Kalimat di atas digabungkan menjadi:
(1)Semua perintah telah dijalankan sehingga para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.
(2)Semua perintah telah dijalankan agar para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.
Penggunaan kata sehingga dan agar dalam kalimat di atas menghasilkan kalimat yang efektif. Perbedaan kalimat (1) yang diinginkan adalah hubungan akibat, sedangkan pada kalimat (2),hubungan tujuan.

2. Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)
Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan ide/ gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur/ bentuk gramatis ( Zubeirsyah dan Lubis, 2007:88). Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase (kelompok kata), maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Kesejajaran (paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Contoh:
Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan berbahaya, sebabpencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu.
Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata mengerikan dengan berbahayadan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam contoh kalimat di atas harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi :
Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang tahu.

3. Penekanan dalam Kalimat 
Setiap kalimat memiliki sebuah gagasan (ide) pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh penulis atau pembicara. Menurut Zubeirsyah dan Lubis.(2007:89), penekanan terhadap inti yang ingin diutarakan dalam kalimat biasanya ditandai dengan nada suara, seperti memperlambat ucapan, meninggikan suara, pada bagian kalimat yang dipentingkan.
Beberapa cara membentuk penekanan dalam kalimat:
1. Meletakkan kata yang ditonjolkan di depan atau awal  kalimat.
2. Membuat urutan kata yang bertahap.
3. Melakukan pengulangan kata(repetisi).
4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
5. Menggunakan partikel penekanan (penegasan).

4.  Kehematan
Menurut Akhadiah, dkk. ( 1996: 125) Kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang manambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur penghematan apa saja yang harus diperhatikan:
a). Pengulangan Subjek Kalimat
Penulisan kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat. Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas.
Contoh:
Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena mereka tahu masa ujian telah dekat.
Direvisi menjadi:
Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena masa ujian telah dekat.
b). Hiponimi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2005: 404) hiponim adalah hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antaranggota taksonomi.
Contoh:
Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya lampu neon.
Direvisi menjadi:
Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya neon.
c). Pemakaian Kata Depan ”dari” dan ”daripada”
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat), asal(asal-usul) (Putrayasa, 2007:56). 
Contoh :
Bu Ros berangkat dari Bandung pukul 06.30WIB.
Kata dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan.
Dalam bahasa Indonesia kata depan daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau lainnya (Putrayasa, 2007:56).
Contoh:
Sifat Muhammad Yamin lebih sukar dipahami daripada sifat Miswanto.

5. Kevariasian
Panjang pendeknya variasi dalam kalimat mencerminkan jalan pikiran seseorang. Variasi dalam penulisan pilihan kata (diksi) atau variasi dalam tutur kalimat yang tepat dan benar akan memberikan penekanan pada bagian-bagian kalimat yang diinginkan. Agar tidak membosankan dan menjemukan dalam penulisan kalimat diperlukan pola dan bentuk/struktur yang bervariasi.
a) Variasi Bentuk Pasif Persona
Bentuk pasif persona juga dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan informasi.
b) Variasi Bentuk Aktif – Pasif
Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau sebaliknya.

6. Kelogisan
Yang dimaksud kelogisan adalah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Contoh:
kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kami persilahkan.
Kalimat tersebut tidak logis. Maka seharusnya:
kepada Bapak Kepala Sekolah kami persilahkan.

Sumber :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19167/5/Chapter%20I.pdf
http://she2008.wordpress.com/2010/10/30/kalimat-efektif/
http://lecturer.ukdw.ac.id/othie/PengertianKalimat.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar