1.Kasus Pencucian Uang
Misteri saldo Rp 13 triliun di
tabungan milik H. Alimin, petani asal Jalan Gunung Tolong, Kec. Bacukiki Barat,
Parepare, akhirnya terungkap.
Koordinator Humas Bank Indonesia (BI) Makassar, Widodo Cahyono, Jumat, 5
Februari, menuturkan kejadian itu kesalahan petugas mengentri data ke komputer.
Pemeriksaan peneliti BI menemukan petugas Mandiri saat itu kebablasan
mengetik angka nol yang sepatutnya hanya Rp 1.300.000 menjadi Rp
13.000.000.000.000. "Tak benar jika dikatakan dana sebesar itu
adalah transferan teroris atau dana talangan seperti bank Century," tutur
Widodo menepis spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat. Pengamat
Ekonomi dari Unhas, Marsuki DEA menambahkan, kejadian ini sepatutnya menjadi
perhatian bagi perbankan membenahi teknologi keuangannya. "Kalau memang
benar itu salah input, masak
sampai 12 nolnya," tutur dia, setengah tertawa. Sementara itu,
Kapolwil Parepare Kombes Pol Ruslan Nicholas, mengaku sudah mendengar informasi
saldo petani yang melonjak hingga triliun. "Kami sudah mendengar kabar itu
tapi sepertinya hanya kesalahan cetak saja," kata dia. Terpisah,
Pengawas Madya Kantor Bank Indonesia Makassar, Abdul Malik menyampaikan,
pihaknya sudah menerima laporan terkait pembengkakan saldo pada rekening salah
seorang nasabah Bank Mandiri di Parepare. Kasus tersebut sudah diselesaikan
pihak Bank Mandiri dengan nasabah bersangkutan. Lebih lanjut kata Malik,
kasus tersebut sebenarnya sudah lama terjadi, sekitar 2008 lalu. "Itu juga
sudah disidik pihak kepolisian. Kemungkinan baru terungkap sekarang karena
maraknya kasus pembobolan ATM," ungkap Malik. (azh-asw)
2.Kasus Penyadapan
Seperti yang kita ketahui kasus-kasus
yang sedang hangat sekarang yaitu perseteruan antara indonesia dan
australia, karena australia dianggap melanggar perjanjian kerjasama.
Australia melakukan penyadapan ke sejumlah orang penting indonesia
seperti bapak presiden kita, termasuk ibu presiden kita serta anggota
komisi DPR. Mendengar hal tersebut bapak presiden langsung mengadakan
konferensi serta meninstruksikan MENLU yaitu marty natalegawa untuk
memanggil duta besar RI untuk australia, beliau mengujarkan akan
memberhentikan kerjasama sesegera mungkin dengan australia, diantaranya
kerjasama di bidang militer, kerjasama bidang intelijen dan kerjasama
pencegahan penyelundupan penumpang gelap.
DSD yaitu badan intelijen australia yang melakukan penyadapan.
Presiden menyurati perdana menteri australia yaitu tony abbot untuk
meminta penjelasan masalah terkait. Kalau menurut saya Tindakan
pemerintah Indonesia dengan memanggil pulang duta besar dan menghentikan
beberapa kerja sama militer dengan Australia sebagai respons atas
penyadapan yang dilakukan intelijen "negeri kanguru" terhadap Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tepat. "Sikap pemerintah Indonesia
sudah tepat karena secara diplomatik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menghendaki hubungan baik dan tidak saling mencurigai," kata pengamat
politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Bambang Cipto di
Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, tindakan pemerintah Indonesia merupakan sebuah bentuk
penyesalan atas tindakan penyadapan yang dilakukan Australia dan bukan
untuk memusuhi. Indonesia tidak mengusir duta besar Australia. "Kerja
sama yang dihentikan Indonesia secara sepihak membuat pemerintah
Australia secara resmi mengungkapkan penyesalan itu merupakan bentuk
perasaan takut mereka kepada Indonesia," kata Rektor UMY itu.
Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang penting bagi
Australia. Hubungan kedua negara yang tidak sekali mengalami ketegangan
diplomatik tersebut merupakan suatu dinamika hubungan antarnegara yang
bertetangga.
"Australia dan Indonesia tidak bisa lepas dari fakta bahwa kedua
negara bertetangga dan akan masih ada hubungan yang panjang ke depan.
Hal itu semacam bumbu dalam hubungan diplomatik, tidak mungkin hubungan
mulus-mulus saja," katanya. Menurut dia, Indonesia tidak memiliki
permusuhan yang fundamental dengan Australia sehingga hubungan kedua
negara tidak akan putus begitu saja. "Kasus penyadapan tersebut tidak
akan mengganggu para pelajar Indonesia yang sedang belajar di negeri
kanguru," katanya. Adanya wacana untuk mendatangkan mantan kontraktor
untuk National Security Agency (NSA) yang menginformasikan penyadapan
Australia, Edward Snowden, ia mengatakan hal itu tidak perlu dilakukan
karena akan memperlebar masalah. "Saya rasa hal itu tidak perlu
dilakukan. Masalah tidak perlu diperpanjang," kata Guru Besar Hubungan
Internasional UMY itu.
3.Kasus Bank BCA jadi sasaran carding
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh
ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada
majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat
situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA).
Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs
asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com,
clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan
inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan
adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah
mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs
plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id)
dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan,
130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs
bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id, tujuan membuat
situs plesetan adalah agar publik menjadi lebih berhati – hati dan tidak
ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo site), bukan untuk
mengeruk keuntungan.
Menurut perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, saat ini
Indonesia menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan
Carding dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) yaitu
menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk melakukan pemesanan
barang secara online. Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk
menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi
kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual
mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku karena penjual
biasanya membutuhkan 3 –5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan
dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit
tersebut bukan milik pelaku barang sudah terlanjur terkirim.
Selain carding, masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet.
Tentunya masih hangat dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama
Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface dengan
mengubah nama - nama partai yang ada dengan nama- nama buah dalam
website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap Pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu.
Dikhawatirkan, selain nama – nama partai yang diubah bukan tidak mungkin
angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan
dapat diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi
informasi yang digunakan oleh KPU sangat besar sekali. Untung sekali
bahwa apa yang dilakukan oleh Dani tersebut tidak dilakukan dengan motif
politik, melainkan hanya sekedar menguji suatu sistem keamanan yang
biasa dilakukan oleh kalangan underground (istilah bagi dunia Hacker).
Terbukti setelah melakukan hal tersebut, Dani memberitahukan apa yang
telah dilakukannya kepada hacker lain melalui chat room IRC khusus
Hacker sehingga akhirnya tertangkap oleh penyidik dari Polda Metro Jaya
yang telah melakukan monitoring di chat room tersebut. Deface disini
berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website. Pada umumnya,
deface menggunakan teknik Structured Query Language (SQL) Injection.
Teknik ini dianggap sebagai teknik tantangan utama bagi seorang hacker
untuk menembus jaringan karena setiap jaringan mempunyai sistem keamanan
yang berbeda-beda serta menunjukkan sejauh mana kemampuan operator
jaringan, sehingga apabila seorang hacker dapat masuk ke dalam jaringan
tersebut dapat dikatakan kemampuan hacker lebih tinggi dari operator
jaringan yang dimasuki.
Kelemahan admin dari suatu website juga terjadi pada penyerangan
terhadap website www.golkar.or.id milik Partai Golkar. Serangan terjadi
hingga 1577 kali melalui jalan yang sama tanpa adanya upaya menutup
celah tersebut disamping kemampuan Hacker yang lebih tinggi, dalam hal
ini teknik yang digunakan oleh Hacker adalah PHP Injection dan mengganti
tampilan muka website dengan gambar wanita sexy serta gorilla putih
sedang tersenyum.
Teknik lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias
hole Cross Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah
kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna
menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang
disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa
mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs
tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi
rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan
saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni
perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.
Menurut Deris Setiawan, terjadinya serangan ataupun penyusupan ke suatu
jaringan komputer biasanya disebabkan karena administrator (orang yang
mengurus jaringan) seringkali terlambat melakukan patching security
(instalasi program perbaikan yang berkaitan dengan keamanan suatu
sistem). Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyaknya komputer atau
server yang harus ditanganinya.
Dengan demikian maka terlihat bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas
wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku
sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan
hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut
diketahui oleh orang lain/ saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk
dalam Transnational Crime/ kejahatan antar negara yang pengungkapannya
sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara.
Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan IT/
Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik
dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara
sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP.
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah di
antisipasi dengan hukum yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan
lembaga aparat penegak hukum yang memegang peranan penting didalam
penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang mengatur dan lembaga yang
menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan didalam perkembangannya.
Dampak negatif tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang dikenal dengan
nama “CYBERCRIME” yang tentunya harus diantisipasi dan ditanggulangi.
Dalam hal ini Polri sebagai aparat penegak hukum telah menyiapkan unit
khusus untuk menangani kejahatan cyber ini yaitu UNIT V IT/CYBERCRIME
Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.